Lailatul Ijtima’ Ranting NU Kebonsari Membahas Tentang Wakaf

Ranting-NU-Kebonsari, Sidoarjo – Pengurus Ranting NU Kebonsari gelar Lailatul Ijtima di Masjid Al Mubarak RT.01 RW.01 Desa Kebonsari Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo (Sabtu malam, 2 Desember 2023).

“Lailatul Ijtima’ salah satu kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Jam’iyah NU Ranting Desa Kebonsari. Kegiatan ini dilaksanakan setiap selapan sekali yaitu tiap Sabtu Pahing dengan lokasi berpindah-pindah dan bergiliran dari masjid dan musholla-musholla se Desa Kebonsari,” ujar KH. Ir. Sardjono selaku Katib Syuriyah Ranting NU Kebonsari.

judul gambar

Acara dimulai badha Sholat Isya dengan diawali Sholat Awwabin 2 rakaat dan sholat hajat 2 rakaat, adapun yang bertindak sebagai imam sholat yaitu Ust. H. Sukamto Achmad Rofi’i selaku Rais Syuriyah Ranting NU Kebonsari.

Foto Jama’ah Khusyuk Istighosah

Aba Kamto yang juga selaku Ketua Takmir Masjid Al Mubarak mengatakan, “Kegiatan Lailatul Ijtima ini juga diisi dengan pembacaan tahlil, istighosah dan doa bersama guna membumikan tradisi positif ala Jam’iyah Ahlussunnah Wal Jama’ah.

“Disamping juga sebagai sarana koordinasi dan konsolidasi pengurus dan anggota dalam melaksanakan program-program organisasi dan mencari solusi masalah-masalah ubudiyah dan keumatan”, ujarnya.

Sementara itu sambutan Ust. Ahmad Munir selaku Ketua Ranting NU Kebonsari mengatakan, ” Lailatul Ijtima kali ini terasa istimewa karena dihadiri oleh Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan MWCNU Candi dan Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan PCNU Sidoarjo”.

Foto H. Khusaeri, S.Ag, M.PdI (kiri) dan Fatchul Huda, SH. (kanan)

Dalam kesempatan ini Kaji Khusaeri panggilan akrabnya selaku Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Candi mengatakan, “Hal-hal yang harus dipahami dalam wakaf adalah Rukun Wakaf dan Syarat-Syarat Wakaf”.

RUKUN WAKAF

Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut Thalibin menjelaskan bahwa rukun wakaf ada empat :

1. Al-Waqif (orang yang mewakafkan),

2. Al-Mauquf (harta yang diwakafkan),

3. Al-Mauquf ‘alaih (pihak yang dituju untuk menerima manfaat dari wakaf tersebut),

4. Shighah (lafaz ikrar wakaf dari orang yang mewakafkan).

SYARAT-SYARAT WAKAF

1. Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (Al-Waqif) :

a. Memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.

b. Berakal. Tidak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.

c. Berusia baligh dan bisa bertransaksi.

d. Mampu bertindak secara hukum (rasyid).

Foto Pengurus Ranting NU Kebonsari khusyuk menerima materi tentang wakaf

2. Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (Al-Mauquf).

a. Harta yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.

b. Harta yang diwakafkan itu harus diketahui dan ditentukan bendanya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik tidak sah.

c. Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.

d. Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

Adapun jenis benda yang diwakafkan ada tiga macam :

  • Wakaf benda tak bergerak (diam), seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.
  • Wakaf benda bergerak (bisa dipindah), seperti mobil, hewan, dan semisalnya.
  • Wakaf berupa uang.

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih).

a. Penerima ditentukan pada pihak tertentu (mu’ayyan), yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.

Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan lit-tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.

b. Penerima tidak ditentukan (ghaira mu’ayyan), maksudnya tujuan berwakaf tidak ditentukan secara terperinci, tapi secara global. Misalnya seseorang berwakaf untuk kesejahteraan umat Islam, orang fakir, miskin, tempat ibadah, dan lain sebagainya.

Karena wakaf hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja, maka syarat penerima wakaf itu haruslah orang yang dapat menjadikan wakaf itu untuk kemaslahatan yang mendekatkan diri kepada Allah.

4. Syarat-syarat Shigah (lafaz ikrar wakaf)

a. Lafaz ikrar harus berisi kata-kata yang menunjukkan kekalnya wakaf (ta’bid). Tidak sah kalau ucapan wakaf dibatasi dengan waktu tertentu.

b. Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.

c. Ucapan itu bersifat pasti dan jelas (sharih) yang berarti wakaf dan tidak mengandung makna lain.

d. Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

“Fenomena yang ada di warga NU saat ini, banyak tanah aset wakaf nadzir Nahdlatul Ulama seperti masjid, musholla, madrasah, TPQ, panti asuhan diurus oleh sebuah yayasan yang berbadan hukum, ini tumpang tindih dan tidak boleh terjadi karena Nahdlatul Ulama sudah berbadan hukum, ibarat sebuah bangunan rumah, didirikan lagi rumah diatasnya”, ujar Kaji Khusaeri sehari-hari sebagai Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

“Keberadaan yayasan yang mengelola aset tanah wakaf NU harus dibubarkan, dan dikembalikan lagi ke NU biar dikelola oleh Lembaga atau Badan NU yang sudah ada, misal untuk pendidikan dikelola oleh Badan Pelaksana Penyelenggara Pendidikan Ma’arif NU (BP3MNU), panti asuhan dikelola oleh LAZISNU karena itu ada uang infaq shadaqahnya. Bagi pengurus yayasan yang sudah dibubarkan bisa dipilih lagi oleh Ranting NU untuk mengurusi pekerjaan yang diurusi sebelumnya”, pungkasnya yang juga punya Yayasan Pendidikan Hifdzul Wafa Al Madani Desa Sugihwaras.

Sementara itu Aba Fatchul Huda selaku Ketua LWPNU Cabang Sidoarjo mengatakan, “Bahwa proses pengurusan wakaf tanah dan bangunan sampai terbit sertifikat wakaf nadzir NU begitu panjang dan dibutuhkan kesabaran, oleh karenanya diharapkan ada kerjasama yang baik dengan semua pihak yang terkait”. (NS/SER)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

judul gambar